Mata Amir Hamidy berbinar saat melihat foto yang disodorkan sejawatnya Adiinggar Ul-Hasanah. Dalam foto itu tampak seekor kodok bermata biru. Peneliti Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Puslit Biologi, LIPI itu yakin, jenis ini belum pernah dikenal sebelumnya.
Amir memang sedang studi master dengan topik taksonomi kodok genus Leptobrachium. Berbulan-bulan ia memeriksa dan mengkaji spesimen Leptobrachium yang tersimpan museum-museum di Malaysia, di Jepang, dan tentunya di Indonesia (MZB). Kegiatannya sehari-hari mengukur dan membandingkan secara detail semua karakter morfologi semua specimen tersebut.
"Salah satu spesimen yang saya periksa memiliki karakter yang unik, dan berbeda dengan Leptobrachium lainnya dari Sumatra, yakni L. hasseltii, L. nigrops dan L. hendriksoni, yaitu tidak memiliki pola warna pada bagian atas tubuh dan sekitar posterior pahanya," tulis Amir dalam surat elektronik pada Kompas.com.
Namun saat itu ia masih dipenuhi rasa ingin tahu karena belum melihat mata sang kodok. Maklum warna mata dari spesimen tersebut belum diketahui, karena warna mata akan luntur pada spesimen yang telah terawetkan. Maka ketika ia disodori foto yang memperlihatkan mata biru muda sang kodok pada seluruh iris, hatinya pun girang.
"Biasanya warna iris mata genus Leptobrachium adalah hitam (untuk semua spesies Borneo), atau setengah bagian atasnya berwarna muda, bisa kuning/orange (L. hendricksoni, L. smithi) atau putih/biru muda (semua spesies di China dan Indochina). Lha... jenis baru ini memiliki warna iris biru muda pada seluruh iris matanya baik atas maupun bawah," tutur Amir yang saat ini berada di Jepang untuk mengambil master terkait dengan temuan kodoknya.
Warna iris mata di genus Leptobrachium merupakan karakter penting untuk membedakan jenis. Setidaknya dua jenis baru yang ditemukan akhir-akhir ini (tahun 2004 dan 2006), dari Kamboja dan Laos juga berdasarkan perbedaan warna iris mata. Oleh karena warna iris mata Leptobrachium dari daerah Way Sepunti ini lain dari jenis-jenis yang telah terdeskripsi maka ia diyakini sebagai jenis baru.
Adapun kodok itu dijumpai pertama kali oleh Adiinggar Ul-Hasanah dan Wempi Endarwin dari Tim Wildlife Conservation Society pada tahun 2004. Saat itu mereka baru mengetahui genusnya. Penelitian Amir sejak tahun 2008 terhadap jenis inilah yang mengungkap kemungkinan bahwa kodok ini adalah jenis yang belum diketahui sebelumnya.
Ketertarikan Amir kemudian membawanya ke Sumatra untuk mencari contoh hidup dari kodok mata biru tersebut. Ia berangkat pada Februari 2009, dibantu dua herpetologiawan muda Sasi Kirono dan Dwi Susanto, Tim WCS, Firdaus dan Marji, serta ranger di resort Kubu Perahu TNBBS (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan). Tim yang mengadakan survei singkat di jalur Way Sepunti, menjumpai dua ekor kodok. Kemudian Amir mengkaji kodok tersebut lebih jauh termasuk mendeskripsikannya.
Menurut kajian taksonomi yang dilakukan Amir bersama pembimbingnya Profesor Masafumi Matsui, dengan membandingkan kodok ini dengan jenis lain (dalam genus Leptobrachium) dari Thailand, Malaysia serta beberapa wilayah lain di Indonesia (Sumatra, Belitung, Kalimantan dan Jawa), kodok ini adalah jenis baru.
Ia pun menuliskan thesisnya mengenai kodok yang kemudian diberi nama Leptobrachium waysepuntiense - mengacu pada nama sungai kecil di dekat lokasi ditemukannya jenis ini yaitu Sungai Way Sepunti, desa Kubu Perahu, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Menurutnya genus Leptobrachium sebenarnya terdistribusi luas dari China, Indochina sampai ke Sundaland (Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra, Jawa) dan Philippina (selatan). Saat ini sudah ada sekitar 21 spesies yang telah terdiskripsi. Di Indonesia sendiri sudah ada 5 jenis, sehingga dengan ditemukannya jenis baru ini menjadi 6 jenis.
Amir memang sedang studi master dengan topik taksonomi kodok genus Leptobrachium. Berbulan-bulan ia memeriksa dan mengkaji spesimen Leptobrachium yang tersimpan museum-museum di Malaysia, di Jepang, dan tentunya di Indonesia (MZB). Kegiatannya sehari-hari mengukur dan membandingkan secara detail semua karakter morfologi semua specimen tersebut.
"Salah satu spesimen yang saya periksa memiliki karakter yang unik, dan berbeda dengan Leptobrachium lainnya dari Sumatra, yakni L. hasseltii, L. nigrops dan L. hendriksoni, yaitu tidak memiliki pola warna pada bagian atas tubuh dan sekitar posterior pahanya," tulis Amir dalam surat elektronik pada Kompas.com.
Namun saat itu ia masih dipenuhi rasa ingin tahu karena belum melihat mata sang kodok. Maklum warna mata dari spesimen tersebut belum diketahui, karena warna mata akan luntur pada spesimen yang telah terawetkan. Maka ketika ia disodori foto yang memperlihatkan mata biru muda sang kodok pada seluruh iris, hatinya pun girang.
"Biasanya warna iris mata genus Leptobrachium adalah hitam (untuk semua spesies Borneo), atau setengah bagian atasnya berwarna muda, bisa kuning/orange (L. hendricksoni, L. smithi) atau putih/biru muda (semua spesies di China dan Indochina). Lha... jenis baru ini memiliki warna iris biru muda pada seluruh iris matanya baik atas maupun bawah," tutur Amir yang saat ini berada di Jepang untuk mengambil master terkait dengan temuan kodoknya.
Warna iris mata di genus Leptobrachium merupakan karakter penting untuk membedakan jenis. Setidaknya dua jenis baru yang ditemukan akhir-akhir ini (tahun 2004 dan 2006), dari Kamboja dan Laos juga berdasarkan perbedaan warna iris mata. Oleh karena warna iris mata Leptobrachium dari daerah Way Sepunti ini lain dari jenis-jenis yang telah terdeskripsi maka ia diyakini sebagai jenis baru.
Adapun kodok itu dijumpai pertama kali oleh Adiinggar Ul-Hasanah dan Wempi Endarwin dari Tim Wildlife Conservation Society pada tahun 2004. Saat itu mereka baru mengetahui genusnya. Penelitian Amir sejak tahun 2008 terhadap jenis inilah yang mengungkap kemungkinan bahwa kodok ini adalah jenis yang belum diketahui sebelumnya.
Ketertarikan Amir kemudian membawanya ke Sumatra untuk mencari contoh hidup dari kodok mata biru tersebut. Ia berangkat pada Februari 2009, dibantu dua herpetologiawan muda Sasi Kirono dan Dwi Susanto, Tim WCS, Firdaus dan Marji, serta ranger di resort Kubu Perahu TNBBS (Taman Nasional Bukit Barisan Selatan). Tim yang mengadakan survei singkat di jalur Way Sepunti, menjumpai dua ekor kodok. Kemudian Amir mengkaji kodok tersebut lebih jauh termasuk mendeskripsikannya.
Menurut kajian taksonomi yang dilakukan Amir bersama pembimbingnya Profesor Masafumi Matsui, dengan membandingkan kodok ini dengan jenis lain (dalam genus Leptobrachium) dari Thailand, Malaysia serta beberapa wilayah lain di Indonesia (Sumatra, Belitung, Kalimantan dan Jawa), kodok ini adalah jenis baru.
Ia pun menuliskan thesisnya mengenai kodok yang kemudian diberi nama Leptobrachium waysepuntiense - mengacu pada nama sungai kecil di dekat lokasi ditemukannya jenis ini yaitu Sungai Way Sepunti, desa Kubu Perahu, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Menurutnya genus Leptobrachium sebenarnya terdistribusi luas dari China, Indochina sampai ke Sundaland (Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sumatra, Jawa) dan Philippina (selatan). Saat ini sudah ada sekitar 21 spesies yang telah terdiskripsi. Di Indonesia sendiri sudah ada 5 jenis, sehingga dengan ditemukannya jenis baru ini menjadi 6 jenis.
kunjungan perdana..
ReplyDeleteblognya menarik sekali
salam sahabat!
thnkz sob... ^_^
ReplyDeletegak paham nih saya :)
ReplyDeletesama saya juga gak paham... alergi dengan kodok
ReplyDeleteyang nulis ja tu paling juga alergi kodok
ReplyDelete